Minggu, 16 Januari 2011

HUKUM KESEHATAN : DALAM PERSPEKTIF PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MODERN

Oleh: RONNY JUNAIDY KASALANG, SH
[Penulis adalah Dosen Univesitas Pembangunan Indonesia Manado Saat ini Sedang Melanjutkan Studi di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto]
A.     PENDAHULUAN         Perkembangan hukum kesehatan dan bidang hukum apapun atau tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau masyarakat. Untuk itu kita sudah mengetahui bahwa seluruh dunia hanya ada dua sistem hukum yang besar di samping sistim hukum yang lain akan tetapi yang lebih menonjol yaitu Sistem Hukum Kodifikasi (Eropa Kontinental) dan Sistem Hukum Kebiasaan (common law system).         Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari perkembangan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) maka dengan sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangan manusia, maka hukum kesehatan (public health law) lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan atau hukum kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskemas dan tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien. Batasan ruang lingkup rumusan pengertian hukum kesehatan ini perlu ditetapkan oleh sekelompok orang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya itu karena akan berkaitan dengan sistem kesehatan suatu masyarakat dalam negara.         Baik negara yang menganut hukum kodifikasi maupun negara yang menganut sistem hukum kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien. Hukum yang melindungi pasien inilah yang merupakan obyek atau inti satu-satunya dalam sistem hukum kesehatan internasional yang berlaku antar bangsa-bangsa yang bertumpu pada asas yang berbunyi: ”the enjoyment of the highest annainable standard of health is amount of the fundamented rights of every human being (dasar kehidupan yang sangat besar dapat dicapai adalah kesehatan dan merupakan salah satu dasar keberadaan dari setiap orang)”.         Bertolak dari dasar tersebut maka perkembangan bidang hukum ini di tiap negara tidak sama, bergantung dari titik berat orientasinya yang berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Dilihat dari segi hukum dalam artinya baik sebagai sesuatu yang adil (keadilan). Struktur dan aturan-aturan maupun sebagai hak suatu perhubungan konkrit, pada asasnya bila dikaitkan dengan hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahirnya. Hukum Kedokteran bertumpu pada 2 (dua) hak manusia yang sifatnya asasi, yang merupakan hak dasar sosial, yaitu hak atas perawatan kesehatan (the right to health care), yang ditopang oleh hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination), dan hak atas informasi (the right to information) yang merupakan hak dasar individual. Hak dasar manusia inilah yang lazim dikenal sebagai hak asasi manusia bertolak dari idea yang berfokus pada manusia sebagai individu dalam mencapai tujuan pokok dari hidup manusia.         Hukum kesehatan yang pada saat ini sebenarnya terbagi atas dua bagian yaitu diantaranya Hukum Kesehatan Publik (public health law) dan Hukum Kedokteran (medical law), untuk hukum kesehatan publik lebih menitikberatkan pada pelayanan kesehatan masyarakat atau mencakup pelayananan kesehatan rumah sakit, sedangkan untuk hukum kedokteran lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan pada individual atau seorang saja akan tetapi semua menyangkut tentang pelayanan kesehatan. Hal ini telah dijelaskan pada bagian awal dimana mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat maka adanya pengaturan tentang pelayanan kesehatan dan demi menjamin hak dari setiap orang yaitu hak untuk hidup yang merupakan salah satu hak asasi yang dipegang oleh manusia. Pergesaran dimensi bekerjanya hak asas manusia tersebut dalam masyarakat banyak ataupun sedikit memberi warna terhadap perkembangan hukum kedokteran yang semula bertumpu pada hak asasi individual, ini memacu pada perkembangan kearah titik berat pada kewajiban asasinya yang merupakan perwujudan dari dimensi sosialnya. Dalam kaitannya dengan hukum kedokteran. Hak atas pelayanan kesehatan yang merupakan hak asasi sosial dasar dapat ditemukan dalam article 25 United Nations Universal Declaration of Human Rights 1948, lebih khusus pada ayat 1 yang berbunyi: ”Every has the right to a standard of living adequate for the health and well being of himself and of his family, including food, clothing, housing, medical care and necessary social services and the right to security in the event of unemployment. Sickness, disability widowhood, old age or  other lack of livelihood in circumstances beyond his control”.         Hak atas perawatan dan atau pelayanan kesehatan (right to health care) yang merupakan hak setiap orang itu dalam kaitannya dengan hukum kedokteran merupakan hak pasien. Hak pasien atas perawatan pelayanan kesehatan itu bertolak dari hubungan asasi antara dokter dan pasien yang oleh dunia internasional sudah sejak lama dirisaukan. Kerisauan ini pula yang telah membuka dimensi baru bagi dirintisnya dan dikembangkannya cabang Ilmu Hukum Baru yaitu hukum kesehatan. Dengan lahirnya ilmu hukum kesehatan ini maka dengan demikian bangsa Indonesia mau tidak mau harus membuat suatu aturan tentang hukum tersebut diantaranya disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Hukum Kesehatan. Perkembangan Hukum kesehatan ini membawa dampak baru pada perkembangan hukum di Indonesia. Hukum kesehatan di indonesia akan lebih lentur (fleksibel) dan dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kedokteran melalui konsensus para ahli yang mengikatnyan sebagai Norma Etika Profesi dan merupakan kebiasaan sebagai sumber hukum. Belum lagi kebebasan hakim untuk menafsirkan berdasarkan ketentuan pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, membuka dimensi baru bagi perkembangannya. Penafsiran futurologis yang dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan hukum melalui doktrin sebagai salah satu sumber hukum. Oleh karena itu tidak hanya dokter yang wajib mengembangkan ilmunya, tetapi juga para ahli hukum wajib mengembangkan ilmunya jika tidak mau dikatakan hukum ketinggalan jauh. Melalui pengkajian dan pendekatan hukum kedokteran, kesenjangan yang selama ini terjadi di 2 (dua) bidang ilmu yang tertua itu dapat diatasi.         Dalam kaitannya dengan hubungan pelayanan kesehatan dalam masyarakat modern, dikatakan pada dasarnya hubungan itu bertumpu pada 2 (dua) macam hak dasar yang bersifat individual, yaitu hak atas informasi (the rigth to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the rigth of self determonation). Kalau dulu obyek keputusan dokter adalah manusia dalam wujud badaniah (fisikalistis), dengan adanya perkembangan dibidang sosial dan budaya yang menyertai perkembangan masyarakat telah membawa perubahan terhadap status manusia sebagai obyek ilmu kedokteran menjadi subyek yang berkedudukan sederajat, inilah yang Hipocrates tuangkan dalam suatu hubungan yang disebutnya sebagai “transaksi teraupetik” merupakan hasil dari perkembangan falsafah ilmu sejak August Comte sampai Van Peunen yang juga membawa pengaruh terhadap posisi dokter dalam masyarakat.         Hukum kesehatan ini berkembang dan merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan baru terlebih dalam bidang ilmu hukum sebagaimana telah diketahui dari uraian diatas hingga kini Indonesia menganut sistem hukum kodifikasi tampak dari dasar hukum yang dapat kita temukan dalam aturan peralihan UU 1945 Pasal II, yang menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan pemerintah maupun dalam undang-undang dan hal ini juga sama persis yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 99a/Menkes/SK/III/1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional sebagai suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem yang dinamis dan selalu mengalami perubahan terhadap kesehatan masyarakat dan berdasarkan pada landasan Idiil Pancasila serta landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 atas dasar yang asasi tersebut itulah Hukum Kesehatan Indonesia, oleh sebab itu kita tidak perlu bimbang dan ragu terhadap pengaruh perkembangan hukum kesehatan di luar negeri. Oleh karena itu hukum kedokteran saat ini yang mengatur pelayanan kesehatan terhadap pasien, sangat erat hubungannya dengan masalah-masalah yang akan timbul diantara hubungan perikatan antara dokter dan pasien, dan atau kelalaian serta kesalahan yang dilakukan oleh dokter, yang berakibat hukum entah itu hukum perdata maupun pidana sangat erat kaitannya, dan akhir-akhir ini tampak adanya usaha-usaha untuk menetapkan/menegaskan kembali fungsi hukum, namun situasi kemasyarakatan secara menyeluruh perlu perhatian di dalam menilai efektifitas usaha-usaha untuk memulihkan fungsi hukum kesehatan. Permasalahan yang kita hadapi berikutnya ialah, di dalam peraturan (tertulis) mana kita dapat mengkaji dan mengidentifikasi hubungan hukum yang mengatur hubungan dokter dan pasien dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Jelasnya hukum perdata yang terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dan hukum pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap berlaku. Tinggal tugas kita mengidentifikasi dan menginventarisasi peraturan-peraturan hukum yang tertulis apa saja yang selama ini sudah diterbitkan di luar BW dan KUHP. Ini pula alasan yang mendasari argumentasi tentang hukum positif.         Sejak awal tahun 460 SM oleh Hippocrates sudah berusaha untuk merasionalkan kegiatan ilmu kedokteran dengan menekankan arti pentingnya “pengobatan dan kemanusiaan” sebagaimana terdapat dalam kandungan dalil-dalil kedokteran dan sumpah dokter, sekalipun usaha tersebut tersendat-sendat selama ratusan tahun dan sisa-sisanya masih ada sampai sekarang. Perkembangan ilmu pengobatan mengalami perubahan dari sifatnya yang mistis ke arah moralitas dan paternalistis di sekitar abad ke 15. Selanjutnya pada abad ke 18-19 tumbuh perubahan kegiatan ilmu kedokteran yang mendapat pengaruh pertumbuhan ilmu ekonomi dari faktor permintaan-penawaran dengan pola hidup kosumerisme dan sekaligus menumbuhkan pola hidup komersialisme membawa dampak pada sistem pelayanan kesehatan di masyarakat.         Pada abad ke 20 perluasan ilmu kedokteran menjadi kesehatan sehingga hukum kedokteran menjadi hukum kesehatan yang di tandai dengan perubahan sosial tentang hak asasi manusia, dan sejak itu tumbuh hubungan kontraktual. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting, sehingga sangat diperlukan suatu kehati-hatian dan keprofesionalisme dari seorang tenaga kesehatan, untuk menunjang program pemerintah dalam mewujudkan indonesia sehat 2010 maka sangat diperlukan tenaga kesehatan yang lebih profesional dan bertanggung jawab dalam bidang pelayanan kesehatan. B.     PERMASALAHAN  Dengan merujuk pernyataan diatas maka penulis mencoba mengkaji permasalahan “Hukum Kesehatan : Dalam Perspektif Pelayanan Kesehatan Masyarakat Modern” sebagai sebuah pemikiran bagaimana pelayanan kesehatan yang sesungguhnya dalam penerapan di masyarakat dengan adanya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. C.     HUKUM KESEHATAN DAN PELAYANAN KESEHATAN SERTA PERKEMBANGANNYASejarah dan Perkembangan Hukum Kesehatan 1.     Mengamati posisi dan fungsi hukum dalam masyarakat itu suatu pekerjaan yang mengandung arti rumit karena pada satu sisi tampak terang dan mudah pengamatannya, akan tetapi pada sisi yang lain tampak banyak kesulitan bahkan terasa terdapat lingkaran permasalahan yang simpang siur pengamatannya.     Sejarah hukum sendiri oleh banyak para ahli mengasumsikan bahwa hukum sebagai satu kesatuan dengan masyarakat sehingga ada beberapa pakar hukum mengatakan hukum itu identik dengan kehidupan sosial masyarakat, Bertolak dari penjelasan tersebut maka Parsons dalam teorinya tentang sistem sosial bahwa sistem interaksi manusia itu sebetulnya “menyimpan potensi yang mengarah ke timbulnya konflik dan keberantakan sosial sehingga menimbulkan sengketa atau tuntutan satu sama lain sebagaiman didalilkan oleh Thomas Hobbes”. Sedangkan Hans Kelsen dalam “pure theory of law” mengatakan bahwa hukum itu harus dipisahkan dari segala macam bentuk ide-ide lain yang dapat menganggu eksistensi perkembangan hukum itu sendiri, sehingga ilmu hukum merupakan ilmu yang lebih murni dan bekerja pada bidangnya sendiri. Dengan demikian hukum yang telah berkolaborasi dengan ilmu-ilmu lain melahirkan suatu studi ilmu yang baru dan tidak lepas dari kebebasan ilmu hukum dan ilmu-ilmu lain yang nantinya merupakan bagian gabungan dari ilmu hukum dan ilmu kedokteran. Melihat hal tersebut maka hukum kesehatan dalam perkembangannya tidak lepas dari perkembangan hukum dibidang kedokteran, kedudukan pengembangan ilmunya dan proyeksinya. Seringkali terdapat keraguan pemakaian istilah mana yang dapat dipakai untuk memilih istilah hukum kedokteran ataukah hukum kesehatan ataukah hukum kedokteran kesehatan. Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma hidup sehat. Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma hidup sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang. Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi keilmuan hukum. Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan. Bagi ilmu hukum pidana sudah dikenal dengan istilah ilmu kedokteran kehakiman atau ilmu kedokteran forensik yaitu ilmu yang menghasilkan bahan penyelidikan melalui pengetahuan kedokteran untuk membantu penyelesaian dan pembuktian perkara pidana yang menyangkut korban manusia. Oleh karena itu dalam hal memahami peraturan-peraturan hukum tentang kegiatan pelayanan kesehatan menurut ilmu kedokteran, akan dirasakan lebih serasi dengan menyebut istilah hukum kesehatan. Penggunaan istilah kesehatan ini menyangkut dengan masyarakat pada umumnya dimana dalam melaksanakan suatu tugas kedokteran maka lebih menekankan pada konsep kesehetannya sehingga orang awam lebih mengenal kesehatan pada umumnya dalam hal ini  adalah pelayanan kesehatan. Penggunaan kata kesehatan sendiri muncul dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 9 Tahun 1960, karena selama ini telah dikembangkan pemikiran baru di bidang kesehatan mengenai keluarga/sosial dalam kaitannya dengan kependudukan yang ruang lingkup tatanan peraturan hukumnya. Kedudukan hukum kesehatan menjadi bagian dari pertumbuhan ilmu hukum dan sebagai cabang dari hukum yang dikemudian hari diharapkan dapat berkembang lebih jauh secara tersendiri dalam hukum kesehatan yang di dalamnya termasuk perkembangan dalam ilmu teknologi kedokteran. Kemajuan dibidang hukum kesehatan yang demikian ini dapat lebih mengikuti perkembangan masyarakat yang lebih modern untuk menunjang kemajuan teknologi di era globalisasi.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pada tahun 460 SM sampai dengan abad ke-9 sudah ada usaha merasionalisasikan ilmu kedokteran sebagaimana dilakukan oleh kalangan dokter yang antara lain dipelopori oleh Hippocrates. Meskipun demikian arus pandangan yang moralitas dan paternalistik itu sampai sekarang masih dapat dijumpai baik dari pihak sipederita maupun sipengobat dalam pengobatan penyakit tertentu. Pekerjaan pengobatan sepenuhnya berada ditangan sipengobat yang cenderung berdasarkan pengetahuan kedokteran itu berlaku kekuatan otoriter, karena orang lain termasuk pasienpun tidak perlu tahu hasil pemeriksaan dan obat yang diberikan oleh dokter. Bahkan jika terjadi kesulitan untuk pengobatan terhadap suatu penyakit dapat dianggap sebagai manifestasi bentuk kutukan atau dosa bagi sipenderita untuk disembuhkan dengan cara ritual. Pandangan kedokteran yang demikian itu telah berabad-abad menguasai dunia pengobatan. Dokter pada masa dahulu seolah-olah tidak dapat diganggu gugat terhadap hasil atau tidak berhasilnya pengobatannya. Perkembangan pada akhir abad pertengahan (kurang lebih tahun 1500) dan pengaruh renaissance dan reformasi yang dipelopori para reformis diantaranya Marthin Luther berusaha membuka jalan kembali secara rasional terhadap kehidupan duniawi berdasarkan kebebasan berpikir dalam dunia kedokteran dan pengobatannya. Berpikir tentang kesehatan tidak sekedar urusan pengobatan saja karena pengertian kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup dan produktif secara sosial ekonomis. Kegiatan kesehatan dalam era pembangunan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan harus memahami arti pembangunan dan kesehatan sehingga perlu orientasi perubahan berpikir tentang kesehatan masa kini bukan sekedar pengobatan karikatif dan paternalistik. Tenaga kesehatan harus memahami hal ini. Pelayanan kesehatan (health care services) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Menurut Alexandria I. Dewi ”bahwa yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap perseorangan, kelompok atau masyarakat”. Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diperlukan wewenang kesehatan yang berhubungan dengan 4 pendekatan kesehatan dan 15 penyelenggaraan kesehatan. Pendekatan kesehatan masa sekarang berorientasi pada hasil kongres kesehatan dunia, yang meliputi penyelenggaraan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan pelayanan kesehatan atau pengobatan bagi masyarakat yang semakin maju ternyata menumbuhkan kebutuhan hukum dalam berbagai urusan kesehatan. Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan hubungan antara pasien atau keluarganya dan dokter/tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Masyarakat menganggap pelayanan kesehatan pada khususnya pengobatan merupakan suatu “therapeutic miracle (mujizat), namun harus diingat bahwa tindakan medis itu mengandung suatu ”therapeutic risk”. Ajaran tentang resiko ini dimungkinkan menjadi resiko pasien, atau  resiko dokter/rumah sakit atau kedua belah pihak menanggung resiko. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah di ganti dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mewujudkan suatu pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat akan tetapi hal demikian belumlah kesemuanya diatur secara terinci dalam undang-undang tersebut dampak dari pelayanan kesehatan disamping itu kedua undang-undang tersebut masih membahas seputar tentang persyaratan-persyaratan secara administrasi saja. Pelayanan kesehatan adalah sangat penting bagi setiap orang memasuki era globalisasi saat ini begitu banyak penyakit yang menyebar sehingga dalam upaya pencegahan sangat diperlukan kesiapan dari pemerintah dan masyarakat untuk menanggulagi hal tersebut. Untuk itu sangat diharapkan peran pemerintah dalam hal ini pengupayaan hukum yang lebih baik dan lebih mengatur tentang pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sehubungan dengan penengakan hukum yang bersifat khusus tersebut diperlukan pengembangan peradilan profesi medis sesuai dengan semakin berkembangnya upaya pelayanan kesehatan dalam rangka sistem kesehatan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perangkat hukum dan palayanan hukum jika harus sedemikian rupa sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi hukum, agar tidak menghambat sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan. Untuk itu perlu diperluas jaminan atau perlindungan bagi profesi kesehatan beserta sarana kesehatannya agar tidak muncul defensive medicen yang dapat merugikan masyarakat dari akibat kelemahan hukum yang kurang memadai terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

D. PEMBAHASAN
Hukum Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan Masayarakat Modern Hukum adalah merupakan salah satu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan oleh sejarah sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan tersebut. Sebagaimana diperlihatkan pada zaman sekarang ini, kepastian hubungan sebab akibat antara setiap aspek tersebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu sama lain karena sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan. Perkembangan hukum dan kesehatan dapat dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya hukum harus bisa membiasakan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut, dari abad ke abad kehidupan manusia sering mengalami perubahan yang sangat cepat demikian halnya dengan kesehatan memasuki zaman modern sekarang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan begitu cepat berdampak pada perubahan kondisi sosial masyarakat serta peran serta hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat. Semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan antara lain disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk memperoleh pelayanan kesehatan, pertumbuhan yang sangat cepat dibidang ilmu teknologi kedokteran dihubungkan dengan kemungkinan penanganan secara lebih luas dan mendalam terhadap manusia, adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang telah membuat pelayanan kesehatan itu lebih merupakan kerjasama dengan pertanggungjawaban di antara meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan kesehatan. Dengan demikian, adanya gejala seperti itulah yang mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar yuridis bagi pelayanan kesehatan. Lagi pula, perbuatan yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut seringkali tidak disadari oleh para pelaksana pelayanan kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang bersangkutan. Pelayanan kesehatan itu sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya, tindakan pencegahan umum dan penerangan. Pemahaman tentang timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan medik, dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam pelayanan medik dan resiko dalam pelayanan medik. Timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan medik dapat dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip pemberian bantuan dalam pelayanan kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat dipahami sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si pasien. Dalam hal ini antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan didalamnya ada dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berkompoten, sehingga terciptanya hubungan hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian. Pelayanan kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam pasal 52 ayat (1) mengatakan bahwa Pelayanan Kesehatan  terdiri atas : Pelayanan kesehatan perseorangan ; dan Pelayanan kesehatan masyarakat. Sangat jelas dalam undang-undang mengatur hal tersebut merujuk dari pasal tersebut dalam pasal selanjutnya yaitu dalam pasal 53 ayat (2) lebih tegas juga mengatakan bahwa “pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat”,  hal ini sangat jelas bahwa dalam keadaan bagaimanapun tenaga kesehatan harus mendahulukan pertolongan dan keselamatan jiwa pasien.
Pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Seperti dalam penjelasan diatas bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan baik itu perseorangan maupun masyarakat sangat dijamin dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat jelas ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai Indonesia yang sehat pada tahun  2010 ini. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah baik itu berupa penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan obat, serta pelayanan kesehatan itu sendiri. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh pemerintah dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas : Pelayanan Kesehatan Perseorangan Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan kesehatan perseorangan ini dilaksanakan oleh praktek dokter atau tenaga kesehatan yang di bantu oleh pemerintah baik daerah maupun swasta. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan ini harus tetap mendapat izin dari pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, seperti yang termaktub di dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan (3). Yaitu : 1. Pasal 30 ayat (1) : Fasilitas Pelayanan Kesehatan, menurut jenis pelanyanannya terdiri : a. Pelayanan Kesehatan Perseorangan; dan b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 2. Pasal 30 ayat (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagamana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 3. Pasal 30 ayat (3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak pemerintah, pemerintah daerah dan swasta.  Fasilitas pelayanan kesehatan wajib, membeikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitain dan pengembangan dibidang kesehatan, dalam hal demikain fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu, dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah wajib untuk melayani pasien tanpa memandang siapa pasien tersebut, hal ini dalam undang-undang melarang bagi siapa saja yang terlibat dalam pelayanan kesehatan menyia-yiakan pasien dalam keadaan darurat untuk menolak pasien atau meminta uang muka sebagai jaminan. Pelayanan kesehatan adalah kegiatan dengan melakukan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1) adalah ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Pelayanan kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibandingkan kepentingan lainnya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta merata dan nondiskriminatif, dalam hal ini pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan, serta menjamin standar mutu pelayanan kesehatan. Dengan demikian sangat jelaslah bahwa dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maka hak-hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut dapat terlindungi. 3. KESIMPULAN Bahwa untuk menunjang masuknya arus globalisasi ini maka pemerintah mencoba untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, hal ini untuk menjamin masyarakat dengan adanya perkembangan  teknologi yang sangat cepat sehingga permasalahan kesehatan dapat teratasi demi kepuasan masyarakat. Kepentingan-kepentingan masyarakat akan dapat menginginkan adanya perubahan dalam bidang pelayanan kesehatan, meskipun dalam beberapa kasus yang terjadi saat ini membuat masyarakat merasa lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ini akan membawa perubahan dalam bidang pelayanan kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat, Serta memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat. 4. KEPUSTAKAAN Dewi, Alexandria I., SH., M.Hum, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Publiseher, Yogyakarta. Kelsen, Hans, 2009, Pengatar Teori  Hukum, Nusa Media, Jakarta. Koeswadji, Hermien H., 1998, Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan Hukum dalam mana Dokter sebagai salah satu pihak), Citra Aditya Bakti, Bandung. Poernomo, Bambang, Prof., SH, 2008, Hukum Kesehatan “Pertumbuhan Hukum Eksepsional di Bidang Pelayanan Kesehatan, Aditya Media, Yogyakarta, Article 25  United Nations Universal Declaration of Human Rights.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar