Minggu, 16 Januari 2011

Korupsi vs Nasionalisme Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Nasionalisme adalah satu paham atau ajaran yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia dimana bahasa dan budaya menjadi unsur pengikat dalam melakukan interaksi sosial. Unsur pengikat inilah yang melahirkan kesadaran akan nasionalisme komunitas/rakyat Indonesia ketika berhadapan dengan lingkungan luar yang mengganggu.

Dalam sejarah Indonesia khususnya, nasionalisme masih sangat penting akan keberadaannya, Pertama, misalnya, sebagai ideologi pemersatu untuk melawan penjajah Belanda, atau Jepang, atau dalam melawan hegemoni neo-kolonilalisme. Dulu, kalau orang-orang di kepulauan Nusantara ini tersebar terus, tidak ada ideologi yang mempersatukan dan tentu dengan mudah Belanda menguasai kita. Sangat mungkin orang-orang di kepulauan Nusantara justru saling berperang sendiri. Apalagi, ketika politik adu domba Belanda terus menerus memompakan permusuhan dan konflik-konflik. Kedua, sebagai konsekuensinya, ketika orang-orang di kepulauan Nusantara tadi berhasil memerdekakan dirinya, nasionalisme paling tidak sebagai wacana ideologis untuk membangkitkan semangat mengisi kemerdekaan Indonesia. walaupun kadang nasionalisme semacam ini disalahtafsirkan, dengan alasan nasionalisme Indonesia kita menyimpan kecenderungan bermusuhan dengan bangsa lain. Tapi, sisi positifnya tentu banyak, sebagai bangsa baru yang menemukan dirinya, kita berusaha tetap kompak sehingga banyak konflik yang berpotensi mengancam persatuan Indonesia dapat diatasi atas nama nasionalisme Indonesia. Ketiga, nasionalisme paling tidak dapat dipakai untuk memberikan identitas keindonesiaan, agar Indonesia itu ada di dunia. Akan tetapi, apa yang dicatat dunia dengan nasionalisme Indonesia. Mungkin tidak banyak. Waktu itu, terlepas dari konstruksi orientalisme, orang lebih mengenal Indonesia sebagai bangsa yang cukup ramah, negara terbelakang dan miskin, negara yang memiliki bahasa persatuan Indonesia, yang mengatasi lebih dari 600-an bahasa-bahasa lokal yang hingga hari ini tetap bertahan. Negara kita Indonesia jauh hari telah mencanangkan berbagai pemahaman Nasionalisme dalam konsep Wawasan Nusantara yang dituangkan dalam satu kesatuan: Ideologi , Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, Pertahanan Keamanan Nasional ).

Sebagai konsekuensinya setiap warganegara Indonesia, apalagi ketika ia dicalonkan sebagai pemimpin di dalam struktur kekuasaan yang ada tentu harus memiliki Wawasan Nusantara dimana yang bersangkutan harus punya kewajiban mutlak untuk ikut mempertahankan satu kesatuan wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke yang dituangkan dalam konsep IPOLEKSOSBUDAGHANKAMNAS. Sekarang ini dari hasil pengamatan para ahli tidak dapat dipungkiri, rasa nasionalisme bangsa kita sangatlah menipis, bahkan terancam punah. Yang muncul adalah Ikatan Primordialisme, yang berkiblat pada ikatan kesukuan, kedaerahan, keagamaan dan/atau antar golongan.

Sejarah membuktikan, selama 30 tahun terakhir Indonesia tercengkeram oleh satu model kekuasaan yang otoritarian, yang biasa disebut rezim Orde Baru. Sebagai akibatnya, banyak masalah ketidaksukaan dan ketidakpuasan bergolak di bawah permukaan. Yang paling menonjol saat itu adalah matinya demokrasi, menjamurkan KKN, tidak adanya hukum yang berkeadilan, dan sebagainya. Akibat kondisi terebut, potensi keretakan berubah menjadi bom waktu. Banyak orang mencoba memobilisasi agama, atau etnisitas, atau bahkan mengusung wacana dunia seperti demokrasi dan keadilan universal untuk melakukan konsolidasi resistensi. Dengan tergesa-gesa dan ceroboh, rezim menyelesaikan resistensi itu dengan kekerasan terbuka atau tersembunyi. Kita tahu, pada waktu itu aparat militer sungguh berkuasa dan menakutkan. Apakah militer melakukan itu dengan memegang semangat nasionalisme Indonesia. Namun, strategi yang paling jitu untuk menangkal resistensi itu pemerintah Orde Baru memanfaatkan nasionalisme untuk mengontrol dan menekan agar kekecewaan-kekecewaan yang terjadi di lokal-lokal dapat dipatahkan. Nasionalisme Indonesia dikedepankan untuk menahan agar nasionalisme etnis, atau nasionalisme agama, atau nasionalisme geografis tidak berkembang menjadi kekuatan yang potensial yang menghancurkan pemerintahan bahkan negara.

Dalam hal ini nasionalisme haruslah dibangun sedemikian rupa yang berkiblat pada bagaimana mempertahankan pluralisme ( Bhineka Tunggal Ika) Negara Indonesia di dalam wawasan nusantara, yang mengakomodir ketergantungan global. Namun nasionalisme semacam itupun sangat sulit dibangun jika sistem sosial, sistem hukum dan sistem pemerintahan telah terkontaminasi dengan budaya korup yang tidak dapat dicegah. Selama Orde Baru, sistem politik atau struktur kekuasaan telah memungkinkan merajalelanya korupsi besar-besaran di segala bidang. Korupsi yang “membudaya” ini telah membikin kerusakan-kerusakan parah bahkan sampai kepada budaya prilaku masyarakat lapisan bawah yang memandang korupsi sebagai bagian dari sistem sosial, politik, ekonomi, hukum dan pemerintahan. Sekalipun dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mulai dari UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 yang dalam pertimbangannya telah menegaskan bahwa “akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghabat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi”. Korupsi tidak hanya sekedar merusak keuangan dan perekonomian negara, akan tetapi merusak seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdaulat.

Menyambut sumpah pemuda 28 Oktober 2008 ini, kita butuh faham nasionalisme yang baru atau faham Nasionalisme yang ke-II, dimana Nasionalisme yang baru ini benar-benar berkiblat pada : 1). faham Bhineka Tunggal Ika, karena tidak mungkin ada persatuan jika masyarakatnya kita tidak mampu menjadi orang yang berbeda dengan orang lain atau tidak mampu mengatasi perbedaannya ; 2). Terbangunnya sikap bersama bagaimana Korupsi Harus diberantas tuntas karena bertentangan dengan pembangunan nasional disegala bidang ; dan 3). Terbangunnya sikap setiap warganegara Indonesia tentang keharusan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia yang memahami wawasan nusantara sebagai satu kesatuan yang integral dari : Ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, pertahanan dan keamanan nasional. Semoga..!

Markus dan Mafia Peradilan Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH.

Makelar Kasus (markus) di sini lebih dimaksudkan, siapa saja yang mencoba dan berupaya mempengaruhi Penegak Hukum yang sedang menangani suatu kasus, sehingga proses hukum menguntungkan orang-orang tertentu dengan memberi suap berupa imbalan tertentu, sehingga perbuatannya sangat merugikan mereka pencari keadilan yang seharusnya menerima keadilan itu, atau mengorbankan orang yang tidak bersalah sebagai tumbal hukum. Oleh karenanya markus ini menjadi lapangan pekerjaan yang sangat menjanjikan rejekinya.

Markus pada prinsipnya biasa dilakukan oleh orang yang bukan penegak hukum, yang mendaku mempunyai hubungan baik dan memiliki akses dengan Pejabat yang sedang menangani kasus tertentu dengan janji-jani, sbb : 1) Dapat mengeluarkan tersangka dari tahanan ; 2) Dapat meredam perkaranya tidak sampai ke Pengadilan ; 3) Dapat mengkondisi dari pasal yang dijerat yang seharusnya berat dibuat ke pasal ringan yang disangkakan kepada tersangka ; 4) Mensplit perkara kemudian dibebaskan dari pintu belakang ; 5) Meringankan tuntutan (requisitoir) ; 6) Meringankan putusan ; 7) Kalau terlanjur ditahan dan harus ke Pengadilan, maka mengkondisi BAP dan saksi agar tidak terbukti, dan dapat dituntut bebas ; 8) Mengupayakankan fasilitas khusus di RUTAN ; Dll.

Pada umumnya “markus” juga bisa dilakukan oleh Penegak Hukum itu sendiri, baik secara langsung atau tidak langsung dengan cara menggunakan orang lain sebagai perantara yang diciptakannya sendiri. Sedang Mafia Peradilan di sini lebih dimaksudkan pada hukum dalam praktik, dimana system dan budaya penegakan hukum yang dijalankan oleh para Penegak Hukum, memberikan peluang untuk diselewengkan, dimana secara implisit “hukum dan keadilan” telah berubah menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan, tergantung siapa yang memesannya. Hukum dan keadilan dapat dibeli oleh mereka orang-orang berduit, sehingga ia menjadi barang mahal di negeri ini.

Adapun antara Makelar kasus (markus) dengan Mafia Peradilan adalah dua hal yang saling bersinergi atau saling membutuhkan, bahkan dalam praktiknya kadang tidak bisa dipisahkan. Mafia Peradilan spektrumnya jauh lebih luas dari Makelar Kasus. Di negeri ini Law Enforcement diibaratkan bagai menegakkan benang basah kata lain, dari kata “sulit dan susah untuk diharapkan”. Salah satu indikator yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya “budaya korupsi” yang terjadi hampir disemua birokrasi dan stratifikasi sosial, sehingga telah menjadikan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, baik markus maupun mafia peradilan hanya sebatas retorika yang berisikan sloganitas dari pidato-pidato kosong belaka. Bahkan secara faktual tidak dapat dipungkiri semakin banyak undang-undang yang lahir maka hal itu berbanding lurus semakin banyak pula komoditas yang dapat diperdagangkan. Ironisnya tidak sedikit pula bagian dari masyarakat kita sendiri yang terpaksa harus membelinya. Di sini semakin tanpak bahwa keadilan dan kepastian hukum tidak bisa diberikan begitu saja secara gratis kepada seseorang jika disaat yang sama ada pihak lain yang menawarnya. Kenyataan ini memperjelas kepada kita hukum di negeri ini “tidak akan pernah” memihak kepada mereka yang lemah dan miskin. “ Sekali lagi tidak akan pernah… ! ”

Sindiran yang sifatnya sarkatisme mengatakan, “berikan aku hakim yang baik, jaksa yang baik, polisi yang baik dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil yang akan aku capai pasti akan lebih baik dari hukum yang terbaik yang pernah ada dinegeri ini”. Tapi agaknya para Penegak Hukum, Politisi, Pejabat dan Tokoh-Tokoh tertentu dalam masyarakat kita tidak akan punya waktu dan ruang hati untuk dapat mengubris segala bentuk sindiran yang mempersoalkan eksistensi pekerjaan dan tanggungjawab mereka kepada publik. Lebih baik tebal muka dan tidak punya rasa malu, dari pada menggubris sindiran publik yang bakal mengurangi rejeki mereka.

Buruknya kinerja para Penegak Hukum dan buruknya system pengawasan yang ada dalam proses penegakan hukum, telah melahirkan stigmatisasi mafia hukum dan mafia peradilan termasuk makelar kasus (markus) di Indonesia. Kenyataan ini bila kita telusuri keberadaannya ternyata mengakar pada kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa. Sehingga apa yang disebut dengan “markus” dan “mafia peradilan” eksistensinya cenderung abadi karena ia telah menjadi virus mentalitas yang membudaya dalam proses penegakan hukum di negeri ini.

Oleh karenanya berbicara tentang Law Enforcement di Indonesia tidaklah bisa dengan hanya memecat para Hakim, memecat para Jaksa dan memecat para Polisi yang korup, akan tetapi perbaikan tersebut haruslah dimulai dengan pembangunan pendidikan dengan pendekatan pembangunan kebudayaan mentalitas kita sebagai suatu bangsa dan menjadikan moral force yang berlandaskan pada Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai basic guna terbangunnya budaya sikap dan prilaku para Penegak hukum di Indonesia. Tanpa itu, semuanya menjadi utopia belaka ! ( Desember 2009 )

Contoh Surat Kuasa, Perjanjian Jual Beli dan Sewa Menyewa


Contoh Surat Kuasa, Perjanjian Jual Beli dan Sewa Menyewa
   Contoh Perjanjian Sewa Menyewa :
  
PERJANJIAN SEWA-MENYEWA
No. …………..
 
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1.      Nama ………………. Pekerjaan …………. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama ……….. berkedudukan di ………….. selanjutnya disebut yang menyewakan;
2.      Nama …………… pekerjaan ……………. Alamat ……………….. dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri, selanjutnya disebut penyewa;
Dengan ini menerangkan bahwa pihak yang menyewakan adalah pemilik sah sebuah rumah yang terletak di jalan ………… No. ……. Kota ………….. bermaksud menyewakan rumahnya kepada penyewa dan penyewa bersedia menyewa rumah tersebut dari pihak yang menyewakan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Pasal 1
(1)   Sewa rumah ditetapkan sebesar Rp. …….. (………….) untuk jangka waktu sewa …… tahun terhitung sejak tanggal penandatanganan surat perjanjian ini.
(2)   Pembayaran sewa rumah dilakukan secara tunai oleh penyewa kepada yang menyewakan dengan diberikan tanda terima yang sah (kuitansi) segera setelah selesai penandatanganan perjanjian ini.
Pasal 2
(1)   Jika terjadi pembatalan perjanjian ini sebelum rumah tersebut ditempati oleh penyewa, maka uang sewa dikembalikan kepada penyewa dengan dikenakan potongan 10% dari harga sewa sebagai ganti kerugian pemutusan perjanjian ini.
(2)   Jika terjadi pembatalan perjanjian ini sebelum jangka waktu sewa berakhir atas kehendak penyewa sendiri, penyewa tidak dapat menuntut pengembalian uang sewa atau ganti kerugian apapun dari yang menyewakan.
(3)   Selama jangka waktu sewa, baik sebagian ataupun seluruh jangka waktu sewa tersebut, penyewa tidak dibenarkan dan dilarang mengalihsewakan rumah tersebut kepada pihak lain (pihak ketiga), dengan ancaman pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian kepada yang menyewakan.
Pasal 3
(1)   Selama waktu sewa, penyewa wajib merawat, memelihara, dan menjaga rumah yang disewa itu dengan sebaik-baiknya atas biaya yang ditanggung oleh penyewa sendiri.
(2)   Jika terjadi kerusakan-kerusakan kecil, atau kerusakan sebagai akibat perbuatan penyewa atau orang yang berada di bawah pengawasannya, maka semua biaya perbaikan dibebankan dan menjadi tanggung jawab penyewa sendiri.
(3)   Jika terjadi kerusakan berat karena kesalahan konstruksi, bencana alam, maka tanggung jawab pemilik rumah.
(4)   Selama waktu sewa, penyewa tidak boleh mengubah, menambah, mengurangi bentuk bangunan rumah yang sudah ada, dengan ancaman membayar ganti kerugian kepada yang menyewakan.
Pasal 4
(1)   Penyewa wajib membayar sendiri biaya pemakaian telepon, aliran listrik, air PAM, Pajak Bumi dan Bangunan pada rumah yang disewanya itu.
(2)   Jika terjadi kerugian akibat kelalaian memenuhi kewajiban dalam ayat (1), penyewa bertanggung jawab mengganti kerugian tersebut.
Pasal 5
(1)   Yang menyewakan menjamin penyewa bahwa, rumah yang disewa itu dalam keadaan tidak disengketakan, bebas dari tuntutan apapun dari pihak ketiga.
(2)   Yang menyewakan menjamin penyewa bahwa jual beli rumah tersebut tidak memutuskan perjanjian ini.
Pasal 6
(1)   Jika penyewa ingin memperpanjang jangka waktu sewa, maka selambat-lambatnya dalam waktu tiga bulan sebelum perjanjian ini berakhir, penyewa telah memberitahukan dan memusyawarahkan dengan pihak yang menyewakan.
(2)   Setelah jangka waktu sewa berakhir sedangkan penyewa tidak memperpanjang waktu sewa, maka penyewa wajib segera mengosongkan rumah tersebut dalam keadaan baik dan menyerahkan kunci rumah kepada pihak yang menyewakan.
(3)   Penyewa boleh mengangkat peralatan yang dipasangnya dengan biaya sendiri pada rumah tersebut tanpa merusak rumah, dan jika karena pembongkaran peralatan itu timbul kerusakan, maka penyewa bertanggung jawab membayar biaya perbaikannya.
Pasal 7
Semua perselisihan yang timbul dari perjanjian ini kedua belah pihak setuju menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat, dengan mengindahkan kelayakan dan kepatutan.
 
Demikianlah surat perjanjian ini dibuat di ……… pada hari ………… tanggal …….., setelah dibaca dan dipahami isinya kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak.
  
                  Yang menyewakan                                                     Penyewa
   
                  …………………..                                          ……………………….
 
Dipersiapkan oleh            :      Indyah Respati, S.H.
Sumber dari                     :      Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan
                                              Perdagangan” (Abdulkadir Muhammad).


Contoh :
   
PERJANJIAN JUAL BELI
No. …………..
 
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1.      Nama ………………; Pekerjaan ………….; Bertempat tinggal di ……dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/selaku kuasa dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama ……….. berkedudukan di ………….. selanjutnya disebut penjual;
2.      Nama ……………; pekerjaan …………….; Bertempat tinggal di ……………….. dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/selaku kuasa dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama ……………. Berkedudukan di …………….. selanjutnya disebut pembeli
dengan ini menerangkan bahwa :
Penjual adalah pemilik sah dari ………….. bersama-sama dengan seluruh bagian-bagiannya, yang selanjutnya disebut unit/unit-unit. Penjual bermaksud menjual unit/unit-unit tersebut kepada pembeli dan pembeli bersedia membeli unit-unit-unit tersebut dari penjual berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah disetujui oleh penjual dan pembeli
Karena itu penjual dan pembeli telah saling bersetuju membuat perjanjian ini dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut ini :
Pasal 1
(1)   Berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan perjanjian ini, penjual dengan ini menjual dan menyerahkan kepada pembeli yang dengan ini membeli dan menerima penyerahan dari penjual atas unit/unit-unit tersebut.
(2)   Unit/unit-unit tersebut menjadi milik pembeli dan pembeli mempunyai hak milik penuh atas unit/unit-unit tersebut terhitung sejak tanggal penyerahan unit-unit-unit.
Pasal 2
(1)   Harga unit/unit-unit tersebut telah disetujui oleh penjual dan pembeli secara tunai sebesar Rp. …….. per unit.
(2)   Jika jual beli dilakukan secara angsuran, harga unit/unit-unit tersebut telah disetujui oleh penjual dan pembeli dengan tambah 30% dari harga tunai, yang dapat diangsur sebanyak 10 (sepuluh) angsuran, dengan jumlah angsuran yang sama.
Pasal 3
(1)   Harga unit/unit-unit tersebut dibayar secara tunai oleh pembeli kepada penjual sebesar Rp. ………. Pada saat unit/unit-unit itu diserahkan oleh penjual kepada pembeli, dengan diberikan tanda pembayaran lunas yang sah.
(2)   Dalam hal jual beli dilakukan secara angsuran, harga unit/unit-unit tersebut dibayar untuk angsuran pertama sebesar Rp. ……… pada saat penyerahan unit/unit-unit itu dari penjual kepada pembeli, dengan diberikan tanda pembayaran lunas yang sah angsuran pertama.
Pasal 4
(1)   Semua biaya penyerahan dan biaya-biaya lainnya yang timbul dari perjanjian ini dipikul oleh pembeli.
(2)   Unit/unit-unit yang ntelah dijual dan diterima penyerahannya oleh pembeli tidak dapat ditukar, dikembalikan, atau dibatalkan.
(3)   Risiko karena kerusakan, kehilangan, kemusnahan yang disebabkan oleh apapun atas unit/unit-unit tersebut dipikul oleh pembeli.
Pasal 5
(1)   Penjual dengan ini menyatakan dan menjamin pembeli bahwa unit/unit-unit bebas dari hutang pajak atau bea-bea masuk, tidak tersangkut dalam suatu perkara, tidak dijual atau dijanjikan untuk dijual kepada pihak lain selain dari pembeli.
(2)   Penjual menjamin pembeli bahwa unit/unit-unit dalam keadaan baik dan menjamin biaya service selama satu tahun atas kerusakan karena kesalahan perakitan.
Pasal 6
(1)   Setiap bulan tunggakan pembayaran angsuran, pembeli dikenakan denda sebesar 10 % dari harga angsuran yang wajib dibayar bersama-sama dengan harga angsuran.
(2)   Apabila pembeli telah melakukan tunggakan pembayaran tiga kali berturut-turut padahal sudah diperingatkan secara patut, maka terdapat bukti yang cukup bahwa pembeli telah melakukan wanprestasi tanpa diperlukan pernyataan hakim atau somasi.
(3)   Pembeli menyetujui dan memberi kuasa penuh kepada penjual untuk menarik kembali unit/unit-unit tersebut guna dijual kepada pihak ketiga dan hasil penjualan itu digunakan untuk menutupi tunggakan angsuran beserta denda dan biaya-biaya setelah dikurangi dengan tunggakan-tunggakan, denda-denda, dan biaya-biaya lainnya, maka sisa tersebut dikembalikan kepada pembeli.
Pasal 7
(1)   Penjual dan pembeli setuju menyelesaikan sengketa yang timbul dan perjanjian ini secara musyawarah dan mufakat.
(2)   Jika tidak tercapai penyelesaian secara musyawarah dan mufakat, maka penjual dan pembeli memilih tempat tinggal tetap di Kepaniteraan Pengadilan Negeri ………… guna penyelesaian perjanjian ini dan segala akibat hukumnya.
 
Demikianlah perjanjian ini dibuat di ……… pada hari ini ………… tanggal …….., dan ditandatangani bersama oleh penjual dan pembeli.
  
Pihak Pembeli                                                                               Pihak Penjual
   
…………………..                                                                        ………………
    
Dipersiapkan oleh :  Indyah Respati, S.H.


Sumber dari          : Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan”
                              (Abdulkadir Muhammad)



Contoh :
SURAT KUASA
No. …………..
 
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama                     : .……………………………………………………..
Pekerjaan               : ……………………………………………………...
Alamat                  : ………………………………………………………
Dalam hal ini memilih domisili hokum di Kantor Kuasanya tersebut di bawah ini menerangkan bahwa dengan ini memberi kuasa penuh kepada :
R. Soeroso, S.H.                                       Drs. Eddy Sadeli, S.H.
J. Budi Hariyanto, S.H.                              S. Husein, Sm.Hk.
Johannes Aipassa, S.H.
L. Inawati, S.H.
Advokat, Pengacara dan Penasehat Hukum pada Kantor Pengacara/Law Office “R. Soeroso, S.H. & Assosiates”, beralamat di Jakarta Barat, Jalan Pintu Besar Utara No. 6 yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama.
--------------------------------------------------- KHUSUS--------------------------------------------
Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa :
-          Untuk memberi jawaban dan tindakan hokum lainnya atas gugatan dari (nama penggugat …………..) yang terdaftar di pengadilan negeri Jakarta ……………. No. ………../Pdt./G.19../Jak. …., Tgl. …………….. mengenai ……… dan ……
-          Untuk mengajukan gugatan balasan (Rekonpensi) terhadap ………….. (nama ………..), Alamat …………….. serta untuk mengajukan tuntutan ganti rugi, bunga dan uang untuk paksa terhadap Sdr. ……………………. Tersebut.
Mengenai hal tersebut di atas, untuk dan atas nama Pemberi Kuasa menghadap di muka Pengadilan Negeri serta Badan-badan Kehakiman lain atau Pembesar-pembesar lainnya, mengajukan permohonan-permohonan yang perlu menjalankan perbuatan- perbuatan, atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hokum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang Kuasa, menerima uang dan menandatangani kuitansi-kuitansi, menerima dan melakukan pembayaran-pembayaran dalam perkara ini, mempertahankan kepentingan Pemberi Kuasa, naik banding, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan perdamaian dengan persetujuan terlebih dahulu dari Pemberi Kuasa dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Penerima Kuasa.
Surat Kuasa dan kekuasaan ini dapat dialihkan kepada orang lain dengan hak substitusi serta secara tegas dengan retensi dan seterusnya menurut hokum, seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1812 KHUPerdata dan menurut syarat-syarat lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang.
 
                                                            ………………….., ………………19……..
 
      Penerima Kuasa                                                          Pemberi Kuasa
   
   (…………………)                                                       (……………….)
 
Dipersiapkan oleh           :     Indyah Respati, S.H.

Sumber dari                    :    Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan
                                           Perdagangan” (Abdulkadir Muhammad)


ANGGARAN RUMAH TANGGA PERMAHI (PERHIMPUNAN MAHASISWA HUKUM INDONESIA)

ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERMAHI
(PERHIMPUNAN MAHASISWA HUKUM INDONESIA)


BAB I
KEANGGOTAAN

Pasal 1

(1)      Anggota Biasa adalah setiap mahasiswa hukum di Indonesia  pada tingkat strata 1 dan strata 2 hingga dua tahun setelah menyelesaikan studinya atau belum mempunyai profesi hukum.
(2)      Anggota Luar Biasa adalah :
a.         Anggota Luar Biasa adalah yang telah dua tahun menyelesaikan pendidikan hukumnya dan masih menunjukan kesetiaan kepada PERMAHI
b.         Anggota Kehormatan adalah perorangan yang dipandang berjasa dan dipandang mempunyai perhatian terhadap cita-cita dan perjuangan PERMAHI
c.         Anggota Penunjang adalah mahasiswa perguruan tinggi yang ada kaitannya dengan disiplin ilmu hukum


BAB II
TATA CARA KEANGGOTAAN

Pasal 2

(1)      Mengajukan permohonan untuk menjadi Anggota Biasa kepada Dewan Pimpinan Cabang
(2)      Telah lulus dari MAPERCA (Masa Perkenalan Calon Anggota) yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Cabang
(3)      Kelulusan keanggotaan ditetapkan dengan Keputusan Ketua Cabang
(4)      Pengaturan tata laksana MAPERCA diatur  dalam ketetapan tersendiri


BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 3
KEWAJIBAN ANGGOTA
Setiap anggota wajib membayar iuran anggota yang ditentukan berdasarkan keputusan Pimpinan Cabang
Pasal 4
HAK ANGGOTA

(1)     Hak pencalonan diri sebagai Ketua Cabang dan Ketua Kegiatan dan yang berhubungan dengan itu, ditentukan dengan mekanisme yang diatur dalam ketetapan tersendiri
(2)     Penyampaian hak suara dilakukan dalam Konferensi Cabang
(3)     Mengikuti kegiatan PERMAHI sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh panitia kegiatan


BAB IV
STRUKTUR KEPENGURUSAN DEWAN PIMPINAN PUSAT

Pasal 5

(1)     1 (satu) orang Ketua Umum DPP PERMAHI
(2)     Para Ketua DPP ditentukan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang
(3)     1 (satu) orang Sekretaris Jenderal DPP PERMAHI
(4)     Para Wakil Sekretaris Jenderal sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang
(5)     1 (satu) orang Bendahara Umum
(6)     Para Wakil Bendahara sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang
(7)     Departemen terdiri dari :
a.      Departemen Organisasi dan Pembinaan
b.      Departemen Pendidikan
c.       Departemen Penyuluhan dan Penerangan Hukum
d.      Departemen Penelitian dan Pengembangan Hukum
e.       Departemen Hubungan Masyarakat
f.       Departemen Khusus
g.       Departemen Luar Negeri


Pasal 6

(1)     Setiap Ketua DPP merupakan Ketua Departemen
(2)     Setiap Wakil Sekretaris Jenderal merupakan Sekretaris Departemen
(3)     Setiap Wakil Bendahara merupakan Bendahara Departemen


Pasal 7

Pengurus Harian DPP terdiri dari :
1.   Ketua Umum DPP PERMAHI
2.   Para Ketua DPP PERMAHI
3.   Sekretaris Jenderal DPP PERMAHI
4.   Para Wakil Sekretaris DPP PERMAHI
5.   Bendehara Umum DPP PERMAHI
6.   Para Wakil Bendahara DPP PERMAHI


Pasal 8

(1)     Ketua umum DPP memiliki kewenangan untuk membentuk kepengurusan DPP.
(2)     Mekanisme kerja kepengurusan DPP diatur dalam Rapat Kerja Nasional
BAB V
STRUKTUR KEPENGURUSAN DEWAN PIMPINAN CABANG

Pasal 9

(1)     1 (satu) orang Ketua Cabang
(2)     2 (dua) orang Wakil Ketua Cabang
(3)     1 (satu) orang Sekretaris Cabang
(4)     1 (satu) orang Wakil Sekretaris Cabang
(5)     1 (satu) Bendahara Cabang
(6)     1 (satu) orang Wakil Bendahara Cabang
(7)     6 (enam)  orang Ketua Biro Cabang
(8)     Para anggota Biro terdiri dari :
a.     Biro Organisasi dan Pembinaan
b.     Biro Pendidikan
c.     Biro Penyuluhan dan Penerangan Hukum
d.     Biro Penilitian dan Pengembangan Hukum
e.     Biro Hubungan Masyarakat
f.     Biro Khusus

Pasal 10

Pengurus Harian DPC terdiri dari :
1.   Ketua Cabang
2.   Para Wakil Ketua Cabang
3.   Sekretaris Cabang
4.   Wakil Sekretaris Cabang
5.   Bendahara Cabang
6.   Wakil Bendahara Cabang
7.   Para Ketua Biro Cabang
8.   Para Anggota Biro Cabang




Pasal 11

(1)     Ketua DPC memiliki kewenangan untuk membentuk kepengurusan DPC.
(2)     Mekanisme kerja kepengurusan DPC diatur dalam rapat kerja cabang

BAB VI
LARANGAN DAN SANKSI

Pasal 12
LARANGAN

(1)     Anggota PERMAHI dilarang mengeluarkan pernyataan atas nama PERMAHI tanpa kewenangan sesuai dengan kedudukan dalam organisasi
(2)     Setiap anggota yang memegang jabatan Ketua Umum, Para Ketua, Sekretaris Jenderal, dan Ketua Umum Cabang dilarang merangkap jabatan pada organisasi lain
(3)    Anggota dilarang membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai perjuangan PERMAHI


Pasal 13
SANKSI

(1)     Peringatan diberikan kepada :
a.         Anggota yang lalai terhadap kewajiban-kewajibannya
b.         Anggota yang secara nyata menurut organisasi telah mencemarkan nama baik organisasi
c.         Anggota yang secara nyata telah melanggar aturan organisasi
(2)     Peringatan diberikan secara lisan dan/atau tulisan
(3)     Skorsing diberikan kepada anggota yang telah mendapat peringatan tetapi tidak mentaati
(4)     Pemberian skorsing dinyatakan secara tertulis dalam jangka waktu yang tertentu
(5)     Pencabutan keanggotaan dilakukan apabila anggota telah benar-benar melanggar prinsip-prinsip organisasi dan telah melalui tahapan peringatan dan skorsing
(6)     Pencabutan keanggotaan dilakukan secara tertulis
(7)     Mekanisme pemberian sanksi diatur dalam ketentuan tersendiri






BAB VII
BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN

Pasal 14

(1)     Ketetapan keanggotaan berakhir apabila:
a.         Meninggal dunia
b.         Mengundurkan diri
c.         Diberhentikan setelah ada klarifikasi.
d.  Telah memiliki profesi hukum
(2)     Pengunduran diri dilakukan dengan cara mengajukan surat permohonan pengunduran diri kepada Pimpinan Cabang


BAB VIII
BERAKHIRNYA KEPENGURUSAN DEWAN PIMPINAN PUSAT

Pasal 15
(1)                 Berakhirnya kepngurusan Dewan Pimpinan Pusat ( DPP ) terdiri dari :
a.  Meninggal dunia
b.  Mengundurkan diri
c.  Diberhentikan setelah ada klarifikasi
d.  Telah memiliki profesi hukum
(2)                 Pengunduran diri dilakukan dengan cara mengajukan surat permohonan diri kepada ketua umum Dewan Pimpinan Pusat( DPP)

BAB IX
KONGRES NASIONAL

Pasal 16

(1)     Peserta kongres terdiri dari :
a.       Delegasi, adalah anggota DPC PERMAHI yang memiliki mandat yang mempunyai hak suara dan hak bicara
b.        Peninjau, adalah anggota  DPC yang mempunyai hak bicara
c.        Undangan adalah orang yang diundang oleh DPP dan mempunyai hak bicara bila disetujui kongres
(2)     Pelaksanaan kongres dilaksanakan oleh DPP melalui keputusan Ketua Umum DPP.
(3)     Mekanisme teknis pelaksanaan kongres nasional diatur dalam tata tertib yang disepakati peserta kongres




BAB X
KONFERENSI CABANG

Pasal 17

(1)     Peserta Konferensi Cabang terdiri dari:
a.           Anggota DPC PERMAHI cabang tersebut yang mempunyai hak suara dan hak bicara
b.           Peninjau, adalah anggota DPP yang mempunyai hak bicara.
c.            Undangan, adalah orang yang diundang oleh DPC dan mempunyai hak bicara bila disetujui oleh Konferensi Cabang
(2)     Mekanisme teknis pelaksanaan konferensi cabang diatur dalam tata tertib yang disepakati pesert konferensi cabang


BAB XI
RAPAT DEWAN PIMPINAN PUSAT

Pasal 18

(1)     Rapat pengurus harian DPP adalah rapat yang dihadiri oleh setengah tambah 1 pengurus harian DPP PERMAHI
(2)     Rapat pleno DPP adalah rapat yang dihadiri oleh setengah tambah 1 pengurus DPP PERMAHI
(3)     Rapat pimpinan adalah rapat yang dihadiri oleh anggota pleno DPP PERMAHI dan pimpinan cabang, yang dilaksanakan minimal 1 (satu) tahun sekali
(4)     Apabila jumlah quorum rapat tersebut tidak terpenuhi, maka rapat diundur 2 X 15 menit, dan selanjutnya dinyatakan sah
(5)     Mekanisme dan ruang lingkup rapat DPP akan ditentukan dalam ketetapan tersendiri


BAB XII
RAPAT DEWAN PIMPINAN CABANG

Pasal 19

(1)     Rapat pengurus harian DPC adalah rapat yang dihadiri oleh setengah ditambah satu pengurus harian DPC
(2)     Rapat pleno DPC adalah rapat yang dihadiri oleh setengah ditambah satu pengurus DPC PERMAHI
(3)     Apabila jumlah quorum rapat tersebut tidak terpenuhi, maka rapat diundur 2 X 15 menit, dan selanjutnya dinyatakan sah
(4)     Mekanisme dan ruang lingkup rapat DPC akan ditentukan dalam ketetapan tersendiri


BAB XIII
BERHALANGAN TETAP KETUA UMUM DEWAN PIMPINAN PUSAT

Pasal 20

(1)           Ketua Umum DPP PERMAHI dinyatakan berhalangan tetap jika :
a.         Meninggal Dunia
b.  Mengundurkan diri.
c.         Tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Ketua Umum karena :
1.       Sakit berkepanjangan sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
2.       Melakukan tindak pidana yang mencemarkan nama baik organisasi
3.       Tidak lagi memenuhi syarat sebagai ketua
4.       Melanggar AD/ART
(2)Keputusan yang menetapkan ketua umum DPP PERMAHI berhalangan tetap dilakukan dalam rapat pleno DPP PERMAHI
(3)Hasil rapat pleno tentang pengunduran diri ketua umum disampaikan kepada tiap-tiap DPC.


BAB XIV
BERHALANGAN TETAP KETUA UMUM DEWAN PIMPINAN CABANG

Pasal 21

(1)     Ketua Umum DPC PERMAHI dinyatakan berhalangan tetap jika :
a.             Meninggal Dunia
b.             Mengundurkan diri
c.         Tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Ketua Umum karena :
1.       Sakit berkepanjangan sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
2.       Melakukan tindak pidana yang mencemarkan nama baik organisasi
3.       Tidak lagi memenuhi syarat sebagai ketua
4.       Melanggar AD/ART
(2)     Surat keputusan yang menetapkan ketua DPC Permahi berhalangan tetap dilakukan dalam rapat pleno DPC Permahi
(3)     Hasil rapat pleno tentang pengunduran diri ketua DPC PERMAHI disampaikan kepada Ketua Umum DPP PERMAHI.



BAB XV
PEMBINA DAN PENASEHAT

Pasal 22

(1)     Pembina adalah orang yang dipandang memiliki kemampuan akademis yang tinggi dan memiliki citra yang baik di masyarakat
(2)     Kriteria untuk seseorang yang dapat menjadi pembina :
a.         Memiliki kemampuan akademis di bidang hukum dan atau berpengalaman di dalam organisasi
b.         Memiliki citra dan ketokohan yang baik ditengah masyarakat

Pasal 23

(1)     Penasehat adalah orang yang dipandang memilki kemampuan akademis yang tinggi dan memilki citra yang baik ditengah masyarakat
(2)     Kriteria untuk seseorang yang dapat menjadi penasehat:
a.         memiliki kemampuan akademis dengan tingkat pendidikan minimal strata-2 dan/atau strata-3 di bidang hukum
b.         Memiliki citra dan ketokohan yang baik ditengah masyarakat


BAB XVI
ATURAN PERALIHAN

Pasal 24

(1)     Untuk pertama kalinya keanggotaan PERMAHI di wilayah yang belum memiliki cabang ditetapkan oleh DPP
(2)     Untuk pertama kalinya pejabat sementara ketua  cabang di cabang yang baru terbentuk, ditunjuk oleh DPP dalam masa kepengurusan 6 bulan
(3)     Pejabat sementara Ketua  Cabang seperti yang dimaksud dalam ayat (2) bertugas untuk mempersiapkan dan mengadakan KONFERCAB di cabang tersebut



BAB XVII
PENUTUP

Pasal 25

(1)     Hal-hal lain yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan direvisi dalam Kongres Nasional selanjutnya
(2)     Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak ditetapkan








Ditetapkan di Banten
pada tanggal 22 Mei 2010



 PIMPINAN SIDANG TETAP
 KONGRES III PERMAHI




      (        )                                                                                      (         )
  Ketua                                 Sekretaris





(Hendra Mardika)
Anggota









KOMISI C
 Pebahasan tentang prokernas